Refleksi 6 Tahun Gempa Palu-Sigi-Donggala, Badan Geologi Luncurkan Pedoman Pemetaan Likuefaksi

DelapanDetik.Com – Masih lekat dalam ingatan masyarakat Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), enam tahun lalu dikejutkan guncangan gempabumi berkekuatan 7,4 Skala Richter (SR) yang dilanjutkan dengan hempasan gelombang tsunami dan likuefaksi.

Ingatan itu terus membekas doa agar bencana yang sama tidak lagi pernah terjadi di tanah mereka. Gempa Palu dan ikutannya menjadi pelajaran semua pihak pentingnya arti mitigasi bencana.

Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid mengatakan bahwa enam tahun lalu gempabumi Palu, Sigi dan Donggala telah mengakibatkan kerugian harta benda dan jiwa, khususnya bagi masyarakat Kota Palu, Sigi, Donggala dan sekitarnya.

“Kejadian gempa bumi ini diperparah dengan adanya fenomena bahaya ikutannya yaitu likuefaksi. Likuefaksi yang bersifat sangat merusak terjadi di daerah Balaroa, Petobo, Jonooge, Lolu, dan Sibalaya,” ujar Wafid pada Sosialisasi dan Fieldtrip Likuefaksi ‘Refleksi Enam Tahun Bencana Likuefaksi Palu-Sigi-Donggala´ di Palu, Sulteng pada Kamis (19/9/2024).

Menurut Wafid, kejadian bencana ini khususnya likuefaksi itu harus menjadi refleksi bagi kita semua akan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghuni daerah rawan bencana, sehingga kita bisa beradaptasi dalam memitigasi risiko di masa yang akan datang.

Secara geografis, Indonesia berada di daerah pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang mengakibatkan Indonesia rentan terhadap bencana alam geologi seperti gempabumi, letusan gunungapi, tsunami dan gerakan tanah.

Gempabumi dengan magnitudo besar dan pengaruh kondisi geologi dapat menyebabkan potensi terjadinya bahaya ikutan (collateral hazard) seperti likuefaksi yang dapat mengakibatkan ancaman bagi keselamatan jiwa masyarakat maupun keamanan infrastruktur.

Menurut Wafid, informasi kerentanan likuefaksi sangat penting dalam meningkatkan kesiapsiagaan pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi kemungkinan terjadinya fenomena likuefaksi di masa mendatang. Informasi yang mudah dibaca dan dipahami dibutuhkan bagi penyebarluasan informasi bahaya likuefaksi di kalangan masyarakat luas.

“Karena itu, informasi kerentanan likuefaksi dalam bentuk peta ataupun pedoman teknis diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap potensi bahaya yang ada di sekitarnya,” terangnya.

Wafid mengungkapkan, Badan Geologi melalui Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan pada 2019 telah menerbitkan Atlas Zona Kerentanan Likuefaksi Indonesia. Altas ini menyajikan indikasi awal kerentanan likuefaksi dan merupakan informasi awal untuk perencanaan regional pada skala 1:100.000.

“Berdasarkan Atlas Zona Kerentanan Likuefaksi Indonesia ini sebanyak 28 provinsi dan lebih dari 320 kab/kota di Indonesia berada pada zona rentan likuefaksi menengah hingga tinggi,” ungkap Wafid.

Launching Pedoman Pemetaan Kerentanan Likuefaksi Skala 1:50.000

Kejadian likuefaksi pasca gempa Palu-Sigi-Donggala mengingatkan bangsa ini betapa informasi ancaman bahaya dan kerentanannya menjadi penting baik bagi pemangku kepentingan baik di pusat, di daerah, bahkan bagi masyarakat umum.

Sangat luasnya sebaran daerah yang rentan terhadap likuefaksi di Indonesia serta beberapa daerah yang rentan berada pada kota-kota besar yang memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi seperti Kota Banda Aceh, Padang, Bengkulu, Yogyakarta, Palu, dan lainnya, hal ini mengakibatkan tingkat risiko yang tinggi pula terhadap ancaman harta benda dan jiwa.

Karena itu untuk memitigasi hal tersebut diperlukan kolaborasi semua stakeholder terkait agar dapat menyediakan informasi kerentanan likuefaksi terutama untuk skala yang lebih detail.

Terkait dengan hal tersebut, Badan Geologi melalui Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan sebagai walidata peta likuefaksi telah menyusun pedoman pemetaan zona kerentanan likuefaksi pada skala 1:50.000 yang pada acara ini diberikan secara simbolis kepada delapan perwakilan Pemerintah Daerah sebagai acuan dalam menghasilkan peta zona kerentanan likuefaksi yang lebih detail.

Delapan kepala daerah yaitu Gubernur Sulteng, diwakili oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan; Walikota Palu; Bupati Kabupaten Sigi, diwakili oleh Kepala Bapperinda Sigi; Pj. Bupati Kabupaten Banggai Kepulauan; Pj. Bupati Kabupaten Donggala, diwakili oleh Asisten Perekonomian & Pembangunan; Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Kalimantan Timur, Kepala Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Barat; dan Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Sulteng.

“Pedoman Pemetaan Kerentanan Likuefaksi disusun untuk memberikan panduan dalam memetakan kerentanan likuefaksi pada skala 1:50.000. Tata cara yang diberikan ini bertujuan untuk penyeragaman penyusunan peta dan penyajian informasi kerentanan likuefaksi untuk keperluan tata ruang dan sebagai dasar pertimbangan mitigasi bencana,” pungkas Wafid.

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *