Murur: Ikhtiar Demi Kemaslahatan Jamaah Haji

Murur: Ikhtiar Demi Kemaslahatan Jamaah Haji

Oleh: Prof. Dr. Danial, M.Ag

Rektor Institut Agama Islam Negeri Lhokseumawe

Bermalam (mabit) di Muzdalifah dan Mina merupakan bagian dari rangkaian ibadah haji. Secara fikih, aktivitas bermalam ini termasuk dalam kategori wajib haji, meskipun terdapat perbedaan pendapat (khilaf) di kalangan ulama mazhab. Secara praktis, jamaah haji bermalam di Muzdalifah dan Mina setelah melaksanakan rukun haji, yakni wukuf di Arafah.

Lebih dari seratus ribu jamaah haji Indonesia akan bermalam di Muzdalifah yang sangat terbatas, di ruang terbuka tanpa atap dan alas, pada 10 Dzulhijjah hingga waktu subuh tiba. Penumpukan jamaah haji di lokasi ini mendapat perhatian serius dari Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama untuk menjaga keselamatan jiwa jamaah haji.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Agama, menetapkan kebijakan solutif yakni murur di Muzdalifah. Murur secara leksikal diartikan dengan melewati atau melintas. Dalam konteks ibadah haji, murur dimaknai dengan bermalam di Muzdalifah hanya dengan melewati atau melintas sebentar saja, baik turun maupun tanpa turun dari kendaraan.

Praktik murur ini dibenarkan secara fikih karena adanya halangan atau kendala (udzur) yang dibolehkan dalam syariat. Maka, perintah bermalam di Muzdalifah diganti dengan aktivitas murur, berupa melewati atau melintas sebentar, baik turun maupun tetap di atas kendaraan.

Kementerian Agama memilih opsi untuk melewati atau melintas dengan tetap berada di atas kendaraan, lalu menuju Mina. Upaya ini dilakukan sebagai ikhtiar untuk menjaga keselamatan dan ketenangan dalam melaksanakan ibadah bagi jamaah haji Indonesia.

Aktivitas murur di Muzdalifah merupakan cerminan dari pelaksanaan ibadah haji yang ramah lansia. Jumlah jamaah haji tahun 2024 ini adalah 241 ribu jamaah, dan 45 ribu di antaranya merupakan kategori lansia. Artinya, sekitar 21 persen jamaah haji Indonesia tahun ini masuk dalam kategori lansia.

Penumpukan jamaah haji di Muzdalifah dikhawatirkan akan menimbulkan kemudharatan dan risiko tinggi terhadap keselamatan jiwa jamaah, khususnya bagi jamaah kategori lansia.

Oleh karena itu, kebijakan murur bagi jamaah haji merupakan ikhtiar solutif untuk mencegah terjadinya ketidaknyamanan dan gangguan dalam pelaksanaan ibadah haji, sehingga jamaah haji dapat beribadah dengan khusyuk, tenang, dan bahagia. Kita berharap, ke depan ikhtiar-ikhtiar seperti ini terus dilanjutkan untuk kemaslahatan jamaah haji Indonesia. Semoga!



Source

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *