BRIN-IAEA Tingkatkan Kompetensi Proteksi dan Keselamatan Penggunaan Radiasi Kedokteran Nuklir

DelapanDetik.Com – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Teknologi Keselamatan Metrologi dan Mutu Nuklir (PRTKMMN) menggelar workshop “Proteksi dan Keselamatan Radiasi dalam Penerapan dan Produksi Radiofarmaka Berbasis Akselerator” di Kampus Institut Teknologi Kesehatan Denpasar Bali pada 2-4 September 2024.

Workshop ini digelar PRTKMMN BRIN berkolaborasi Pusat Kolaborasi Riset Radiofarmaka Universitas Padjadjaran (UNPAD), dan International Atomic Energy Agency (IAEA). Workshop ini merupakan rancangan proyek INS 9030 dalam upaya peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Departemen Kedokteran Nuklir di Rumah Sakit seluruh Indonesia.

Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir (OR TN) BRIN, Syaiful Bakhri menjelaskan workshop ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi peserta dalam aspek keselamatan radiasi. Khususnya dalam kedokteran nuklir dan farmasi nuklir dengan fokus utama pengembangan kemampuan melalui kolaborasi dengan BRIN dan IAEA.

“Melalui kolaborasi ini diharapkan IAEA dapat memberikan wawasan mengenai teknologi terkini, praktik terbaik, dan prosedur yang relevan, serta menjelaskan peran tenaga medis dan farmasi dalam tugas sehari-hari mereka. Semua upaya ini dilakukan dalam kerangka keselamatan dan keamanan, dengan penekanan khusus pada aspek keselamatan yang menjadi prioritas utama,” ungkap Syaiful.

Berdasarkan data Global Cancer Observatory (Globocan) pada tahun 2022, Indonesia mencatatkan angka yang mengkhawatirkan dengan 408.661 kasus kanker baru dan 242.988 kematian akibat penyakit ini.

Selain itu, jumlah kasus prevalensi dalam rentang waktu lima tahun mencapai 1.018.110. Angka-angka ini menyoroti perlunya perhatian lebih untuk penanganan dan pencegahan kanker di tanah air.

Perkembangan teknologi nuklir, khususnya di bidang radiofarmaka untuk pengobatan kanker telah menunjukkan kemajuan yang signifikan. Radiofarmaka merupakan senyawa radioaktif yang digunakan untuk diagnosis dan terapi penyakit kanker, dan semakin banyak diterapkan dalam praktik medis modern.

Peningkatan pemahaman mengenai keselamatan dan efisiensi penggunaan radiofarmaka telah mendorong pengembangan standar pengaplikasian yang lebih baik. Standar ini bertujuan untuk memastikan bahwa penggunaan radiofarmaka dilakukan dengan cara yang aman dan efektif, baik untuk pasien maupun tenaga kesehatan.

Lebih lanjut Syaiful menjelaskan, Bali merupakan pusat layanan yang berpengalaman melayani wisatawan dan komunitas internasional sesuai dengan standar yang berlaku.

Jika aktivitas ini diintegrasikan dengan layanan radio pharmaceutical dan kedokteran nuklir yang mungkin sulit diakses di berbagai daerah, baik nasional maupun regional, hal ini dapat meningkatkan devisa.

“Dengan demikian, sektor pariwisata murni tidak hanya dijadikan sebagai satu-satunya acuan, tetapi health tourism juga dikembangkan untuk memberikan manfaat lebih dalam bidang kesehatan,” jelas Syaiful.

Syaiful mengungkapkan, kegiatan workshop ini juga merupakan kesempatan bagi BRIN untuk melakukan sosialisasi, terkait siklotron. Siklotron merupakan jenis akselerator partikel yang digunakan untuk mempercepat ion atau partikel bermuatan lainnya.

Dalam siklotron, partikel dipercepat melalui medan magnet dan listrik yang berputar, sehingga partikel tersebut dapat mencapai energi tinggi.

Selain itu, dukungan pembangunan dua fasilitas di Pasar Jumat, yaitu Auxiliary Electron Transport (AET), yang berfungsi sebagai akselerator untuk energi tinggi, khususnya untuk sterilisasi dan pengawetan makanan, serta perlakuan material melalui proses radiasi.

“Fasilitas tersebut dapat dimanfaatkan tidak hanya oleh sivitas BRIN, tetapi juga Universitas dan Industri untuk kegiatan riset, pelatihan, dan sertifikasi serta berbagai kegiatan lainnya dengan fokus pada kolaborasi yang saling menguntungkan,” ungkap Syaiful.

Sementara itu, Peneliti Ahli Muda BRIN sekaligus selaku National Project Coordinator (NPC) IAEA TC Project INS 9030, Nur Rahmah Hidayati mengungkapkan, tujuan utama workshop adalah untuk peningkatan pengetahuan tentang keselamatan dan proteksi radiasi di fasilitas kesehatan mereka masing-masing.

Target pesertanya adalah perawat tenaga kesehatan, terutama dari rumah sakit yang sudah memiliki fasilitas kedokteran nuklir atau yang akan memilikinya.

“Intinya, mereka yang sudah memiliki fasilitas kedokteran nuklir perlu untuk meningkatkan pengetahuan tentang keselamatan dan proteksi radiasi di fasilitas mereka. Bagi yang belum, akan memiliki gambaran untuk memahami cara implementasi proteksi dan keselamatan radiasi. Kami membuka peluang kolaborasi untuk berbagai pihak baik itu Industri maupun swasta, yang ingin belajar dan terlibat dalam bidang ini,” terangnya.

Dari sisi industri, saat ini terdapat beberapa perusahaan yang sudah beroperasi, seperti PT Kardia dan PT IMS, serta perusahaan besar seperti Kalbefarma dan Biofarma yang juga menunjukkan minat.

“Di Bali ada Rumah Sakit Bali Mandara yang sudah memiliki fasilitas kedokteran nuklir. Saat ini yang sedang dalam proses pengembangan adalah Bali Internasional Hospital,” pungkas Nur. (Sumber brin.go.id)

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *