DelapanDetik.Com – Sel punca memiliki potensi luar biasa untuk memperbaiki jaringan rusak dan merangsang proses penyembuhan tubuh. Di era iptek yang berkembang pesat, terapi sel punca menjadi salah satu inovasi terpenting dalam bidang kesehatan.
Terapi ini memberikan harapan baru pada para pasien yang menderita berbagai penyakit. Termasuk autoimun, ortopedi, serta kondisi dalam bidang estetik dan kesehatan kulit, kedokteran gigi, dan sebagainya.
Untuk mempercepat riset dan inovasi sel punca di Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Asosiasi Sel Punca Indonesia (ASPI) menggelar Collaborative Seminar and Workshop Series BRIN-ASPI 2024 bertajuk “Regenerative Medicine Breakthrough: Pioneering the Path to The Future of Cell and Cell-derived Therapy“.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan (ORK) BRIN NLP Indi Dharmayanti menjelaskan, kegiatan yang digelar BRIN bersama ASPI ini sudah menginjak tahun ketiga. Tema seminar ini sangat penting mengingat iptek yang sangat luar biasa.
“Terutama dengan bidang geometri dan terapi penyakit regeneratif menggunakan sel punca, dengan menawarkan harapan baru bagi berbagai penyakit yang selama ini sulit diobati menggunakan terapi konvensional,” jelas Indi saat membuka acara di Auditorium BRIN Jakarta Pusat, Kamis (17/10/2024).
Menurutnya, penggunaan teknologi sel punca dalam terapi regeneratif menawarkan harapan baru untuk mengobati berbagai penyakit regeneratif. Hal ini sejalan dengan peningkatan kualitas SDM melalui kesehatan yang baik dengan menerapkan teknologi sel punca secara lengkap. Sehingga Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pengobatan di luar negeri.
“BRIN sangat mendukung dan memfasilitasi para peneliti, baik dalam bidang infrastruktur maupun dalam berbagai skema riset pendanaan. Kami berharap di ORK BRIN ini ada salah satu topik prioritas dari penelitian kami tentang regeneratif medicine. Di dalamnya fokus kami dalam pengembangan cara menggunakan terapi sel punca utuk berbagai penyakit,” urainya.
Indi menginginkan para akademi, peneliti, dan industri dapat selalu bersinergi dan melakukan riset serta inovasi. Harus didukung juga dengan regulasi yang tepat, regulasi yang punya fasilitas produksi. Kemudian SDM, fasilitas institusi, perizinan produk, sampai pada perbaikan.
“Keterbatasan pendanaan hibah riset, SDM dan fasilitas harusnya menjadi motivasi untuk terus membangun kolaborasi antar peneliti. BRIN tentunya sangat mendukung dan memfasilitasi segala aktivitas terkait dengan pengembangan dan riset sel punca ini,” ungkapnya.
Dia berharap melalui acara ini, peserta dapat berbagi informasi terkait penggunaan sel punca dari hulu hingga hilir, serta aplikasinya dalam dunia kesehatan khususnya di Indonesia.
“Saya yakin diskusi ini akan membawa dan memperkaya inovasi kita dan mendorong kolaborasi para peneliti, para praktisi, dan akademisi. Saya minta hasilnya ini menjadi inisiasi kolaborasi riset, dan membangun jejaring untuk melakukan inovasi riset, sehingga dapat mempercepat pemanfaatan terapi sel punca bagi masyarakat Indonesia,” terangnya.
Ketua ASPI Rahyussalim menyatakan, konsep ASPI akan meletakkan fondasi sel punca ini, baik dari pemerintah, profesi, maupun praktisi, peneliti, pendidik dan pelayanan dapat berperan di Medicine 5.0, serta sangat membanggakan.
“Beberapa kali saya ikut di pertemuan internasional, dan Indonesia cukup aktif dalam mengembangkan ini. Kami sangat beruntung, ini adalah kali ketiga BRIN memberikan kesempatan pada ASPI untuk tetap berkolaborasi. Kami harapkan kolaborasi ini tidak berhenti di sini, bahkan bisa diperluas dan dipertegas, serta memberikan poin kepada seluruh stakeholder untuk berperan di medicine 5.0,” ucapnya.
Dia menambahkan, dipembicaraan internasional saat ini sudah masuk pada medicine 4.0, dan karakter dari 4.0 yaitu medicine dengan AI precision medicine, big data, dan sebagainya. Sel punca dipersiapkan untuk medicine 5.0, walaupun sel punca sudah masuk di era sekarang, dan ini adalah regeneratif medicine.
“Kita mencoba untuk mencuri start, bahwa Indonesia itu tidak ketinggalan, termasuk para peneliti, praktisi, atau akademisi yang sudah memulai melakukan penelitian. Bahkan pada beberapa penyakit, kita sudah sampai pada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) yang dikeluarkan oleh Kemenkes. Kami sangat mengapresiasi BRIN yang selalu bersama kita, karena ini kali ketiga kami berkolaborasi dengan BRIN,” pungkasnya. (Sumber brin.go.id)