37 Tahun Beroperasi, Ini Kondisi Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy

DelapanDetik.Com – Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS) telah beroperasi selama 37 tahun. Reaktor ini mulai beroperasi sejak 1987 dengan daya termal sebesar 30 megawatt.

Hingga saat ini, RSG-GAS dimanfaatkan untuk kegiatan pelatihan dan pendidikan, produksi radioisotop medis dan industri, iradiasi bahan, penelitian neutron, hingga pewarnaan batu topas (gemstone).

Peneliti Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri BRIN, Marlina menjelaskan, RSG-GAS telah memproduksi radioisotop yang diaplikasikan di bidang medis, industri, dan lingkungan.

“Pada bidang medis, radioisotop yang diproduksi berupa iodium-131, molybdenum-99/teknesium-99m, fosfor-32, lutesium-177, samarium-153, aurum-196, holmium-166, renium-186/188, gadolinium-153, dan iridium-192. Radioisotop-radioisotop ini digunakan untuk pembuatan radiofarmaka diagnosis dan terapi,” jelas Marlina dikutip dari laman brin.go.id pada Selasa (17/9/2024).

Pada bidang industri, urai dia, radioisotop yang diproduksi dari RSG-GAS yaitu skandium-46. Sumber tertutup radioisotop skandium-46 digunakan sebagai sumber radiasi gamma pengganti cobalt-60 dalam aplikasi gamma scanning, untuk mendeteksi kerusakan pipa-pipa di kilang minyak.

Sementara di bidang lingkungan, iodium-131 digunakan untuk pembuatan mikroplastik/nanoplastik bertanda.

“Mikroplastik/nanoplastik bertanda iodium-131 digunakan sebagai radiotracer untuk studi bioakumulasi dan biodistribusi mikroplastik/nanoplastik bertanda iodium-131 pada organisme,” imbuh Marlina.

Sementara peneliti Pusat Riset Teknologi Reaktor Nuklir BRIN Anis Rohanda mengungkapkan, lebih dari tiga dekade beroperasi, beberapa komponen reaktor mengalami penurunan kinerja akibat penuaan.

“Beberapa komponen masih berfungsi dengan baik, namun akan lebih baik jika diganti,” ungkapnya.

Anis merekomendasikan RSG-GAS untuk direvitalisasi. “Seperti sistem instrumen dan kontrol yang sudah obsolete dan masih analog, akan diganti dengan sistem digital. Selain itu, beberapa fasilitas pendukung RSG-GAS seperti sistem VAC, chiller, demin water, dan stack monitor, kondisinya mengalami penurunan kinerja, sehingga direkomendasikan untuk direvitalisasi,” saran Anis.

Selanjutnya, Anis membeberkan bahan bakar RSG-GAS adalah uranium silisida dengan tingkat pengayaan rendah berbentuk pelat.

“Selama ini, ketersediaan bahan bakar dipenuhi dengan produksi lokal dari Instalasi Produksi Elemen Bakar Reaktor Riset (IPEBRR). Namun, saat ini hanya tersedia sedikit cadangan bahan bakar. Kendala lainnya adalah proses pengadaan atau impor bahan bakar juga tidak mudah dilakukan dalam waktu singkat,” bebernya.

Anis menegaskan, jika semua komponen yang ada di RSG-GAS masih berfungsi dengan baik.

“Perkembangan teknologi memberikan opsi untuk mengembalikan fungsi optimum RSG-GAS dan mempermudah pemantauan kinerja reaktor. Sebagai contoh, penggantian alat ukur analog menjadi sistem digital menjadi salah satu program revitalisasi RSG-GAS, agar pembacaan pengukuran menjadi semakin mudah dan akurat,” jelasnya.

Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN Syaiful Bakhri menjelaskan, konsep utama revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan kembali utilisasi RSG-GAS. Revitalisasi perlu dilaksanakan karena penurunan kinerja beberapa komponen akibat proses penuaan.

“Cakupan kegiatan revitalisasi tidak hanya sekedar mengganti sistem atau komponen, namun dilakukan juga kegiatan riset dan inovasi. Ini merupakan proses pengembangan SDM BRIN dan membuka peluang kolaborasi dengan kalangan industri, akademisi, dan stakeholder terkait,” jelas Syaiful.

“Alasan dilakukannya revitalisasi, keberlanjutan program riset yang sedang berjalan di RSG-GAS tidak terdampak secara signifikan. Pemanfaatan RSG-GAS dan fasilitas pendukungnya masih dapat diandalkan karena memiliki masa izin operasi (operating license) hingga 2030, dan dapat diperpanjang lagi setelahnya,” tambah dia.

Menurutnya, revitalisasi akan memberdayakan infrastruktur dasar yang sudah ada, seperti bangunan, beberapa sistem, dan fasilitas penunjang.

“Secara keseluruhan, biaya untuk revitalisasi lebih murah dan waktu implementasinya lebih cepat,” pungkasnya. (Sumber brin.go.id)

Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *